02 Agustus 2009

Kabinet Kepulauan

Sinar Harapan, Senin, 27 Juli 2009 13:32

OLEH: SUHANA

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menetapkan pemenang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Indonesia (Pilpres) untuk periode 2009-2014, yaitu pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono. Sebagai warga negara yang patuh pada hukum dan menjunjung tinggi demokrasi maka sudah sepatutnya kita memberikan ucapan selamat kepada pasangan tersebut. Dan sebagai insan kelautan maka penulis berharap pembangunan lima tahun ke depan akan menjadi momentum penting dalam mewujudkan negara Indonesia sebagai negara kepulauan yang kuat dan mandiri, berbasiskan kekuatan sumber daya kelautan.
Penulis melihat bahwa pembangunan nasional saat ini masih belum optimal dalam mengimplementasikan pembangunan berbasiskan kepulauan. Oleh sebab itu kabinet pembangunan yang akan dibentuk oleh Presiden Yudhoyono nanti harus diberi nama Kabinet Kepulauan, sebagai bentuk perhatian serius untuk menuju negara kepulauan Indonesia sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Terlebih pembangunan lima tahun ke depan yang merupakan tahap kedua dalam mengimplementasikan rencana pembangunan nasional jangka panjang (2005-2025).
Secara politik pernyataan Indonesia sebagai negara kepulauan sudah tertuang dalam Pasal 25A amendemen kedua UUD 1945 yang menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang (UU). Pernyataan diri sebagai negara kepulauan juga tertuang dalam Pasal 2 Ayat (1) UU No 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, disebutkan bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara kepulauan. Dalam UU No 17/2007 tentang visi misi pembangunan nasional jangka panjang (2005-2025), mewujudkan Indonesia sebagai negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, merupakan satu dari delapan misi.
Inti dari misi menjadikan Indonesia negara kepulauan yang maju dan kuat tersebut, yakni (1) menumbuhkan wawasan kelautan bagi masyarakat dan pemerintah agar pembangunan Indonesia berorientasi pada kelautan, (2) meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang berwawasan kelautan, (3) mengelola wilayah laut nasional untuk mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran, dan (4) membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan. Keempat inti substansi di atas memberikan sinyal betapa penting dan strategisnya posisi kelautan dan kemaritiman dalam perencanaan jangka panjang nasional.

Sembilan Kewenangan Tumpang Tindih
Dari beberapa kali forum diskusi yang membahas permasalahan negara kepulauan--termasuk diskusi-diskusi di Sinar Harapan, terdapat empat permasalahan krusial yang dihadapi Indonesia sebagai negara kepulauan saat ini. Pertama, bangsa Indonesia sampai saat ini belum memiliki kebijakan nasional tentang pembangunan negara kepulauan yang terpadu. Kebijakan yang ada selama ini hanya bersifat sektoral, padahal pembangunan di negara kepulauan memiliki keterkaitan antarsektor yang tinggi. Dengan tidak adanya kebijakan nasional tersebut, pembangunan negara kepulauan saat ini seakan berjalan tanpa arah dan tujuan.
Kedua, masih tingginya ego sektoral dan wilayah dalam mewujudkan pembangunan nasional. Misalnya dalam masalah siapa yang lebih berwenang dalam pengendalian dan pengawasan sumber daya kelautan. Berdasarkan peraturan perundang-undangan, saat ini ada sembilan institusi yang berwenang dalam penegakan pertahanan dan keamanan di laut, yaitu TNI AL, Polri, PPNS Bea Cukai, PPNS Perhubungan Laut, PPNS Departemen Kelautan dan Perikanan, PPNS Imigrasi, PPNS Lingkungan Hidup, PPNS Kehutanan dan PPNS Pendidikan Nasional. Masing-masing institusi tersebut memiliki kewenangannya sendiri, namun demikian dalam praktik di lapangan sering terjadi tumpang tindih kewenangan tersebut.
Ketiga, lemahnya pemahaman dan kesadaran tentang arti dan makna Indonesia sebagai negara kepulauan dari segi geografi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya sehingga kalau kita perhatikan keberpihakan politik aggaran pembangunan nasional dalam lima tahun terakhir ini terhadap masalah kepulauan masih sangat minim. Politik anggaran ini merupakan tanggung jawab pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI).
Keempat, belum terselesaikannya batas wilayah laut dengan negara tetangga. Wilayah laut ZEEI (Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia) yang belum diselesaikan meliputi perbatasan dengan Malaysia, Filipina, Palau, Papua Nugini, Timor Leste, India, dan Thailand. Sementara itu, batas laut teritorial yang belum disepakati meliputi perbatasan dengan Singapura (bagian timur), Malaysia, dan Timor Leste. Kemampuan diplomasi Indonesia dalam kancah internasional juga masih lemah sehingga merupakan kendala tersendiri yang perlu diatasi.

Bentuk Kabinet Kepulauan
Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis angat berharap penuh kepada pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih (Yudhoyono-Boediono) untuk dapat mewujudkan negara kepulauan Indonesia. Oleh sebab itu, sebagai langkah awal Presiden perlu membentuk kabinet kepulauan. Kabinet kepulauan ini bukan berarti menteri-menterinya harus berasal dari seluruh pulau yang ada di wilayah Indonesia, akan tetapi adalah kabinet yang akan dibentuk harus diisi oleh orang-orang yang memiliki pemikiran dan kemampuan untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara kepulauan. Apalagi saat ini ada desakan kuat dari masyarakat agar pemerintahan baru ini lebih banyak diisi kalangan teknokrat.
Pemerintah diharapkan segera menerbitkan kebijakan pembangunan negara kepulauan yang terintegrasi (archipelagic policy). Ini sangat penting guna mengubah paradigma pembangunan nasional dari land bases menjadi archipelagic bases. Konsep archipelagic based oriented mencakup darat, laut, dan udara.
Berdasarkan hal tersebut strategi pembangunan 25 tahun ke depan harus berpatokan pada road map menjadi negara maritim yang besar, kuat, dan makmur, serta didukung oleh pertanian yang maju dan industri yang modern. Selain itu dengan adanya archipelagic policy diharapkan ego sektoral dan wilayah akan dapat terminimalkan secara cepat dan tepat.
Ketiga, sangat diperlukan memperkuat dukungan politik anggaran berbasikan kepulauan dari pemerintah dan DPR RI, sebab kedua lembaga negara tersebut memiliki hak bujet dalam menentukan anggaran pembangunan nasional. Oleh sebab itu, pada awal pelantikan anggota DPR RI periode 2009-2014, akan diadakan pembekalan oleh Kesekjenan DPR RI, dan materi pembekalan terhadap anggota DPR RI tersebut perlu memasukkan materi soal pentingnya mewujudkan negara kepulauan Indonesia. Selain itu di dalam era otonomi daerah ini, dukungan politik anggaran dari pemerintah daerah dan DPRD seluruh Indonesia sangat diperlukan.
Pembangunan nasional berbasiskan negara kepulauan sangat tergantung pada pasangan Yudhoyono-Boediono. Maka kita berharap Yudhoyono-Boediono dapat mewujudkan negara kepulauan Indonesia yang kuat dan mandiri.

Penulis adalah Kepala Riset Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim.

Tidak ada komentar:

Saatnya Mewujudkan Negara Kepulauan Indonesia

"UUD 1945 Pasal 25E telah mengamantkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang"
”Untuk membangun Indonesia menjadi negara besar, negara kuat, negara makmur, negara damai yang merupakan National Building bagi negara Indonesia, maka negara dapat menjadi kuat jika dapat menguasai lautan. Untuk menguasai lautan, kita harus menguasai armada yang seimbang.” (Pidato Bung Karno yang disampaikan dalam National Maritime Convention I tahun 1963)