15 November 2009

Pemerintah Perlu Cek Ulang Kebutuhan Cakalang DN

Pemerintah Perlu Cek Ulang Kebutuhan Cakalang DN
Antara
Antara - Sabtu, 14 November

[Pemerintah Perlu Cek Ulang Kebutuhan Cakalang DN] Pemerintah Perlu Cek Ulang Kebutuhan Cakalang DN

Jakarta (ANTARA) - Pemerintah diminta mengecek ulang kebutuhan ikan cakalang di dalam negeri (DN) sebelum membuka kran ekspor dalam bentuh utuh.

Pengamat Kelautan dan Perikanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Arif Satria, di Jakarta, mengatakan keputusan membuka kran ekspor cakalang disaat stok berlimpah memang keputusan yang pas.

Namun perlu diteliti lebih lanjut apakah benar di dalam negeri cakalang tidak terserap. Karena bisa jadi masalahnya ada di distribusi sehingga pasokan ke berbagai daerah tidak merata.

"Jangan-jangan yang berlimpah di Sulawesi saja, apa benar di daerah lain tidak butuh. Di Surabaya misalnya," kata Arif.

Di sisi lain, memang pemerintah perlu juga memperhatikan masalah kelebihan stok sehingga tidak merusak harga di dalam negeri, ujar dia.

Pemerintah, dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan, menurut Arif, telah diingatkan agar lebih berhati-hati dalam pembentukan Peraturan Menteri (Permen) Kelautan Perikanan Nomor 5 Tahun 2008 tentang Usaha Perikanan.

Pemerintah, lanjut dia, kurang mencermati fenomena-fenomena musim ikan di tanah air, sehingga kebijakan yang terbentuk lupa memperhitungkan kepentingan nelayan.

Produsen pengolahan memang mengambil peran dalam pembentukan Permen ini. Produk perikanan memang membutuh nilai tambah, tapi jangan sampai produsen pengolahan menjadi pengontrol harga, akibatnya harga jual bisa tertekan.

"Kalau di Thailand harga bisa tinggi kenapa di Indonesia tidak. Perlu ada titik temu antara industri pengolahan, produsen primer, dan produsen sekunder, hasilnya menjadi dasar kebijakan pemerintah," lanjut Arif.

Ide DKP untuk membuka keran ekspor ikan utuh ketika stok ikan berlimpah dan menutup keran ekspor saat jumlah ikan menipis di 2010, menurut dia, sangat baik. Hal tersebut dapat mengontrol harga di tingkat nelayan agar tidak jatuh.

Namun jika kebijakan itu dijalankan maka Permen Kelautan Perikanan Nomor 5 Tahun 2008, yang mengharuskan hasil perikanan diolah di dalam negeri harus segera direvisi.

Sementara itu, Kepala Riset Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim, Suhana menekankan perlunya pertimbangan kembali soal pembukaan keran ekspor cakalang utuh.

Ia justru mengkhawatirkan pembukaan izin ekspor cakalang menjadi legalisasi ekspor ikan dalam bentuk utuh yang diduga selama ini ada yang tidak terlaporkan (unreported).

Kondisi tersebut, menurut Suhana, ditakutkan hanya untuk memudahkan ikan memperoleh "catch sertificate" untuk ekspor ke Uni Eropa (UE) yang akan diterapkan awal Januari 2010.

"Padahal `catch sertificate` ini kan untuk memerangi pencurian ikan, penangkapan ikan tak sesuai peraturan, dan penangkapan tak terlaporkan (Illegal, unregulated, unreported fishing/IUU Fishing)," ujar Suhana.

DKP, menurut Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP), Martani Huseini, telah membuka keran ekspor khusus cakalang dalam bentuk utuh sejak 11 November lalu. Keputusan tersebut diambil setelah diketahui stok cakalang berlimpah, sehingga harga sempat jatuh berada dikisaran Rp4.000 hingga Rp5.000 per kilogram (kg).

Solusi lain yang diambil, menurut Martani, akan menambah "cool storage" untuk menampung ikan-ikan tertentu yang sering kali berlimpah di musim-musim tertentu.

Sumber : http://id.news.yahoo.com/antr/20091113/tpl-pemerintah-perlu-cek-ulang-kebutuhan-cc08abe_1.html

Saatnya Mewujudkan Negara Kepulauan Indonesia

"UUD 1945 Pasal 25E telah mengamantkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang"
”Untuk membangun Indonesia menjadi negara besar, negara kuat, negara makmur, negara damai yang merupakan National Building bagi negara Indonesia, maka negara dapat menjadi kuat jika dapat menguasai lautan. Untuk menguasai lautan, kita harus menguasai armada yang seimbang.” (Pidato Bung Karno yang disampaikan dalam National Maritime Convention I tahun 1963)