27 Juli 2009

”Cluster” Perikanan Tangkap Bisa Picu Konflik

Sinar Harapan, Selasa 14. of Juli 2009 14:30


Detail Berita

Jakarta – Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) sangat serius mewujudkan rencana pembentukan cluster usaha perikanan tangkap.
Namun, kebijakan tersebut dinilai hanya memberi banyak ekses negatif bagi perikanan tangkap.
Hal itu ditegaskan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (Gappindo) Herwindo, Sekjen Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) A Jauzi, dan Kepala Riset Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim (PK2PM) Suhana, yang dihubungi terpisah, Selasa (14/7).
Rencana pengembangan usaha perikanan tangkap berbasis cluster di Laut China Selatan dan Laut Arafuru mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 05 Tahun 2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap, Pasal 74. Kawasan cluster ditetapkan berdasarkan batasan koordinat daerah penangkapan ikan.
Herwindo menegaskan, kebijakan itu tidak mungkin dilaksanakan pengusaha karena syaratnya berat. Syarat itu yaitu, antara lain, pelaku usaha harus menyetor uang dalam jumlah tertentu, mengumpulkan pengusaha lain untuk bergabung dalam konsorsium, mempunyai Unit Pengolahan Ikan (UPI) dan melakukan kemitraan dengan nelayan.
“Dengan persyaratan itu, pengusaha sulit melaksanakannya, kalaupun ada yang sanggup akan sangat sedikit yang bisa,” tegas Herwindo.
Dia mengingatkan, jika kemudian DKP memaksakan kebijakan cluster itu hanya kepada segelintir pelaku usaha akan menimbulkan keirian kepada pelaku usaha lain. Ini dinilainya akan berpotensi menimbulkan konflik.
Selain itu, Herwindo juga mengingatkan pemberian hak eksklusif bagi kelompok usaha tertentu untuk mengelola kawasan laut pada ordinat tertentu bisa menimbulkan monopoli. Hal itu melanggar UU No 5 Tahun 1999 tentang Prinsip Persaingan Usaha yang Sehat.
Herwindo mengingatkan agar DKP tidak terburu-buru menerapkan sistem cluster, harus melalui pembahasan yang mendalam dengan melibatkan pelaku usaha.
Dia juga mempertanyakan tujuan DKP untuk menerapkan sistem cluster untuk memperbesar PNBP dan mengatasi illegal fishing.
“Terjadi salah persepsi kalau tujuannya untuk memperbesar PNBP. Sedangkan untuk mengatasi illegal fishing bisa mengecek dari VMS,” jelas Herwindo.
Jauzi juga menyebutkan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah seharusnya menciptakan efisiensi dalam dunia usaha. “Jangan sampai suatu kebijakan menimbulkan friksi di lapangan,” tegasnya.

Kepentingan Pengusaha
Sementara itu, Suhana menilai cluster usaha perikanan tangkap hanya mengakomodasi kepentingan segelintir pengusaha. Dia menekankan cluster akan memicu persaingan tidak sehat antara sesama pelaku usaha.
DKP juga dinilai tidak menunjukkan keberpihakan pada nelayan dengan memberi hak pengelolaan laut secara mutlak kepada kelompok usaha tertentu.
Sebab, nelayan tidak akan pernah bisa bersaing dengan pengusaha besar yang memiliki armada kapal tangkap berukuran besar. Armada kapal penangkapan ikan 60% adalah armada kecil. “Saya yakin dengan kebijakan cluster nelayan kecil akan tersingkir,” tegasnya.
Ditegaskan, tujuan DKP untuk mengatasi illegal fishing bisa dilakukan dengan moratorium penangkapan ikan. Karena hasil riset menunjukkan di Laut Arafuru dan Laut China Selatan telah terjadi eksploitasi berlebihan.
(naomi siagian)

Sumber : http://www.sinarharapan.co.id/berita/read/cluster-perikanan-tangkap-bisa-picu-konflik/suhana/

Tidak ada komentar:

Saatnya Mewujudkan Negara Kepulauan Indonesia

"UUD 1945 Pasal 25E telah mengamantkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang"
”Untuk membangun Indonesia menjadi negara besar, negara kuat, negara makmur, negara damai yang merupakan National Building bagi negara Indonesia, maka negara dapat menjadi kuat jika dapat menguasai lautan. Untuk menguasai lautan, kita harus menguasai armada yang seimbang.” (Pidato Bung Karno yang disampaikan dalam National Maritime Convention I tahun 1963)