16 Agustus 2009

Djuanda dan Visi Negara Kepulauan

KBR68H

14-08-2008
Djuanda Kartawidjaja

Tak banyak yang kenal Djuanda Kartawidjaja, meski namanya diabadikan jadi nama jalan, bendungan, stasiun kereta api serta bandar udara di Surabaya.

Padahal perannya banyak, dari guru sampai pembangun infrastruktur kereta api, juga penjaga lautan Indonesia. Reporter KBR68H Irvan Imamsyah menulis profil Djuanda berikut ini.

4 Kali jadi menteri
Djuanda Kartawidjaja punya banyak predikat. Guru, insinyur, pejuang, tokoh Muhammadiyah, perunding ulung menghadapi Belanda, pembangun infrastruktur kereta api, perdana menteri, bahkan pejabat presiden. Saking seringnya menjabat menteri, ia sampai dijuluki 'menteri marathon'. Dari 1946 sampai 1963, dalam kurun waktu 17 tahun, Djuanda pernah sekali menjabat menteri muda, 14 kali sebagai menteri dan sekali perdana menteri. Sejarawan Anhar Gonggong.

Anhar Gonggong: "Sejak awal kemerdekaan dia selalu punya peranan. Dia orang pertama yang diangkat dari sekjen dewan perancang nasional, cikal bakal Bappenas. Lalu kemudian memasuki arena politik, menjadi menteri non partai"

Anhar Gonggong mencatat hal-hal istimewa dalam diri Djuanda: tidak partisan serta lebih banyak bekerja ketimbang bicara.

Anhar Gonggong: "Itu juga tidak menjadi merk yang menyebabkan dia jadi politikus yang ini. Mungkin ada kekhasan pribadi beliau yang perlu diteliti secara political psikologi, beda dia dengan Yamin. Yamin sering menampakan diri dengan seorang independen. Tapi orang orang tahu Yamin dekat dengan orang Murba. Tapi Djuanda nggak pernah ada orang katakan dia dekat dengan ini atau dengan itu. Semua orang menganggap dia dekat sengan siapa saja"

Waduk Jatiluhur
Salah satu bukti kerja Djuanda adalah membangun sistem kereta api semasa menjabat menteri muda perhubungan. Djuanda jugalah tokoh di balik pembangunan Waduk Jatiluhur. Cucu Djuanda, Sahandra Hanitoyo.

Shahandra Hanitoyo: "Juga untuk PU yang terkait dengan Djuanda adalah waduk Jatiluhur. Itu kan Waduk Insinyur Haji Djuanda. Dua hal yang lumayan sering. Karena bolak balik ganti jabatan di kabinet. Waktu itu pernah jadi menteri keuangan, PU dan perhubungan. Tapi ada dua menteri yang saya perhatikan sering digunakan Bung Karno untuk menaruh dia pada posisi tersebut"

Lulus Institut Teknologi Bandung, Djuanda mengawali karir di pemerintahan ketika diangkat sebagai Menteri Muda Perhubungan di Kabinet Sutan Sjahrir pada 1946. Sejak itu ia menjabat menteri di sejumlah kabinet, seperti Kabinet Amir Sjarifuddin, Bung Hatta, Republik Indonesia Serikat, dan Muhammad Natsir. Wartawan tiga masa, Rosihan Anwar.

Rosihan Anwar: "Ya, karena dia tak punya musuh banyak, dia orang pintar. Dia punya prinsip tetap mengabdi, bakti kepada bangsa dan tanah air. Tokoh-tokoh lain sudah jelas, atau dia pro Soekarno atau dia anti Soekarno. Jadi siapa yang bisa dipilih? Dia. Dia artinya netral. Dia punya kualifikasi bagus. Dia dijadikan perdana menteri. Dia harus laksanakan keputusan Soekarno yang tak menyenangkan. Hei gebuk orang-orang militer yang berontak. Dia yang laksanakan bersama Nasution. Dalam hatinya juga gak senang, tapi dia tetap lakukan"

Ketika Djuanda menjabat Perdana Menteri pada 8 April 1957, hubungan Bung Karno dan Bung Hatta renggang. Hatta tak setuju dengan niat Bung Karno memberlakukan Demokrasi Terpimpin. Dwi Tunggal Soekarno-Hatta akhirnya pecah setelah Hatta mundur pada 1956. Untuk mendamaikan Dwi Tunggal, Djuanda menggelar Musyawarah Nasional. Kembali sejarawan Anhar Gonggong.

Meredam pergolakan
Anhar Gonggong: "Mungkin kemampuan mengolah hubungan pribadi itu yang lebih memungkinkan dia dekat dengan Soekarno, kemudian dekat dengan siapa saja, dengan Hatta. Ketika situasi kacau tahun 1950an, ketika Bung Hatta mengundurkan diri dia berusaha mengadakan musyawarah nasional untuk mendekatkan Soekarno dengan Hatta. Meski gagal tapi dia berhasil menciptakan piagam yang di tandatangani Soekarno-Hatta bahwa kedua pihak harus bekerjasama.Musyawarah ini juga bertujuan meredam berbagai pergolakan daerah. Misalnya pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Aceh dan Sulawesi Selatan; juga pemberontakan Republik Maluku Selatan, RMS"

Setelah ketegangan pusat daerah reda, Djuanda kembali menancapkan prestasi dengan mencanangkan deklarasi yang menyatukan wilayah kepulauan dan laut menjadi satu, yaitu Indonesia. Ini dikenal sebagai Deklarasi Djuanda.

Deklarasi Djuanda: "Segala perairan di sekeliling dan di antara pulau-pulau di Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari daratan dan berada di bawah kedaulatan Indonesia".

Negara kepulauan
Dengan deklarasi ini, demikian sejarawan Anhar Gonggong, Indonesia menyatakan diri sebagai negara kepulauan. Deklarasi Djuanda diprotes antara lain oleh Amerika Serikat dan Australia. Alasannya, kawasan laut yang semula bebas digunakan berbagai negara, kini diubah menjadi satu wilayah Indonesia. Tapi protes-protes itu berhasil diredam oleh Djuanda, sang diplomat ulung.

Anhar Gonggong: "Di situ lagi keunggulan diplomasi dia. Bagaimana dia bisa menggerahkkan diplomat kita untuk meyakinkan negara lain menerima itu. Amerika salah satu yang menentang. Sampai sekarang pun Amerika tak terlalu happy dengan deklarasi Djuanda. Tapi ternyata Djuanda berhasil. Artinya apa kemampuan dia gunakan sumber daya diplomasi kita untuk yakinkan hak kita. Hak perairan kita. Itu yang hebatnya diƤ"

Berkat kegigihan Djuanda, konsep negara kepulauan ditetapkan Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982. Berdasarkan Deklarasi Djuanda, wilayah laut Indonesia bertambah sekitar 5.8 juta kilometer persegi. PBB juga mencatat ada 17.500 pulau di negara kepulauan Indonesia, dikelilingi garis pantai sepanjang 81 ribu kilometer.

Kehilangan hak
Tapi Deklarasi Djuanda seolah tak bernyawa ketika Indonesia kehilangan hak atas pulau dan terus bersengketa soal batas wilayah. Kini yang disorot adalah kemampuan para penerus untuk menjaga dan mengelola apa yang sudah diklaim Djuanda. Pulau Sipadan dan Ligitan di Kalimantan Timur lepas dari Indonesia sesuai keputusan Mahkamah Internasional PBB. Ahli Hukum Laut, Hasyim Djalal.

Hasyim Djalal: "Kita gak pandai. Misalnya ikan. Kurang kita jaga, kemampuan kita tidak tumbuh sebanyak itu. Jadi kalau kekayaan alam Indonesia yang diklaim Djuanda diberikan kemudian hasil perjuangan hukum laut itu. Barang kali di laut saja lebih dari enam puluh kali lebih luas dari pada yang ada waktu proklamasi, pertanyaannya, kemampuan kita menjaga dan memeihara tumbuhkan 60 kali. Soalnya laut indonesia sekitar enam juta kilometer persegi"

Sayangnya kemampuan diplomasi memperjuangkan batas wilayah ini masih lemah. Apalagi pemerintah juga belum selesai menamai sekitar 6700an pulau terluar Indonesia. Jika dibiarkan tanpa nama, pulau-pulau tersebut sangat mungkin dituntut oleh negara lain. Ahli hukum laut dan bekas perunding kedaulatan wilayah Indonesia di PBB, Hasyim Djalal mengatakan, Indonesia butuh Djuanda baru untuk mengobarkan lagi semangat menjaga wilayah perbatasan.

Pemikiran jangka panjang
Hasyim Djalal: "2008 Seratus tahun keindonesiaan kita. Dan lima puluh tahun kita mencoba mengimplementasikan keindonesiaan itu setelah kemerdekaan kita diakui PBB. Saya itu ingin lihat visi kita 50 tahun yang akan datang paling tidak apa. Jadi kalau visi 50 tahun pertama pemuka-pemuka bangsa kita mencoba menjatidirikan Indonesia menjadi satu bangsa dan satu negara, 50 tahun kedua dia mencoba menikmati itu dalam satu negara yang merdeka dengan kewilayahnnya, maka 50 tahun ketiga apa ke mana? Atau seratus tahun kedua ke mana? Saya tak lihat ada pemikiran seperti itu, karena sekarang pemikiran terarah lima tahun yang akan datang"

Daratan dan lautan Indonesia butuh Djuanda baru, supaya kedaulatan tetap terjaga.

Rompas: "Sekarang apakah pemimpin kita punya kekuatan begitu, punya visi? Itu yang dipersoalkan. Bukan tidak ada, boleh saya katakan visi Djuanda belum ada yang bisa turuti. Kita perlu orang yang demikian, harus berani. Karena geopolitik sekarang tidak lewat udara, tidak lewat darat, tapi lewat laut dan ini akan mengancam negara kita"

Anhar Gonggong: "Terus terang aja tidak ada. Kapasitas pemimpin kita taka da yang bisa menyamai tahun 1950-an. Gak ada, terus terang saja. Kita sekarang kelemahannya karena kita tidak punya pemimpin yang visioner. Pemimpin kita sekarang kan hanya sekarang yang dia lihat. Akibatnya apa yang terjadi, anggota DPR korupsi semua, kan?"

Sumber : http://static.rnw.nl/migratie/www.ranesi.nl/tema/budaya/negara_kepulauan080814-redirected

Tidak ada komentar:

Saatnya Mewujudkan Negara Kepulauan Indonesia

"UUD 1945 Pasal 25E telah mengamantkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang"
”Untuk membangun Indonesia menjadi negara besar, negara kuat, negara makmur, negara damai yang merupakan National Building bagi negara Indonesia, maka negara dapat menjadi kuat jika dapat menguasai lautan. Untuk menguasai lautan, kita harus menguasai armada yang seimbang.” (Pidato Bung Karno yang disampaikan dalam National Maritime Convention I tahun 1963)