24 September 2011

Negara Kelautan Pengimpor 1,8 Juta Ton Garam

Penulis : Suhana*   
(foto:dok/ist)
Sebulan lebih masalah garam nasional menjadi perbincangan publik, baik di media massa maupun dalam forum-forum diskusi lainnya, seperti di pertemuan focus group discussion (FGD) kantor Sinar Harapan pekan lalu.
Kisruh garam diawali dengan banjirnya garam impor legal maupun ilegal di awal 2011. Akibatnya harga garam petani anjlok. Garam impor memang sangat menekan para petani garam nasional, karena di beberapa sentra garam saat ini sedang panen raya.
Akan tetapi pada 2010 harus diakui garam impor sangat diperlukan untuk memenuhi konsumsi garam nasional. Proses produksi garam yang masih mengandalkan proses alami dari panas sinar matahari telah menjadi kendala ketika cuaca buruk, seperti yang terjadi sepanjang 2010.
Produksi garam nasional pada 2010 hanya mencapai 30.000 ton, sehingga pemerintah mengimpor lebih dari 2,1 juta ton guna memenuhi kebutuhan nasional. Rata-rata impor garam nasional setiap tahunnya mencapai 1,8 juta ton (UN Comtrade 2010).
Kisruh garam impor terjadi karena pemerintah tidak konsisten dan tegas menerapkan Surat Keputusan Menperindag No 360/MPP/Kep/5/2004 yang mengatur tentang (1) kewajiban bagi industri yang mengimpor garam (importir terdaftar garam) untuk membeli 50 persen kebutuhannya dari garam lokal terlebih dahulu, (2) dilarang mengimpor garam pada masa tertentu (satu bulan sebelum panen, selama panen, dan dua bulan setelah panen garam rakyat), serta dilarang mengimpor garam bila harga garam rakyat terlalu rendah (di bawah Rp 145.000 per ton untuk mutu K1, Rp 100.000 per ton untuk K2, dan Rp 70.000 untuk K3). Kenyataan di lapangan, SK Menperindag tersebut tak laku.
Mutu Rendah
Sebagian besar masyarakat mempertanyakan kenapa Indonesia yang lautnya luas masih mengimpor garam. Seharusnya para pemangku kepentingan (baca: pemerintah) sadar hal itu dan membuat kebijakan pergaraman nasional yang baik.
Catatan penulis menunjukkan tingginya impor garam disebabkan oleh, pertama, produksi garam nasional 100 persen masih mengandalkan panas matahari. Proses produksi garam nasional yang masih sangat tradisional tersebut menjadi pemicu rendahnya produksi garam nasional.
Sampai saat ini tidak dikembangkan teknologi tepat guna dan ekonomis yang dapat diaplikasikan oleh para petambak garam. Akibatnya, produksi garam nasional masih sangat tergantung pada kondisi cuaca, kalau panas matahari cukup, produksi garam meningkat dan sebaliknya.
Penulis menilai pemerintah tidak serius membenahi proses produksi garam nasional. Seharusnya sejak lama pemerintah dan perguruan tinggi dapat mengembangkan berbagai teknologi tepat guna dan ekonomis bagi para petani garam, namun hal itu hanya berhenti di angan-angan. Bahkan ketika ditanyakan pada kalangan perguruan tinggi dan pemerintah: adakah ahli garam di Indonesia? Jawabannya, banyak yang tidak tahu siapa ahli garam yang ada di negara bahari ini.
Kedua, garam yang diproduksi petambak tradisional kualitasnya rendah, sehingga para pengusaha lebih menyukai garam impor yang berkualitas tinggi namun harganya murah.
Secara hukum ekonomi perilaku pengusaha garam nasional tersebut dapat dibenarkan. Meskipun demikian, tanpa adanya pembinaan yang baik terhadap para petambak garam nasional agar mutu produksi mereka meningkat, sama saja dengan membiarkan mereka terus terpuruk.
Perlu Kebijakan Tuntas
Ada tiga hal pokok yang sering menjadi masalah bagi petani garam, yaitu harga, mutu, dan distribusi produk. Kalau kita lihat saat ini, penentuan harga garam di tingkat petani lebih banyak ditentukan pada mekanisme pasar, walaupun dalam SK Menperindag Tahun 2004 telah ditentukan patokan harga di tingkat titik pengepul (collecting point) di sentra-sentra garam rakyat.
Penentuan harga dalam realisasinya belum dilaksanakan, tidak dilakukan secara konsisten dan konsekuen meskipun telah ditetapkan dan diatur keputusan pemerintah.
Belum adanya standardisasi mutu yang baku dan disepakati pemangku kepentingan terkait, setidak-tidaknya oleh petani garam dan pihak produsen garam olahan, sangat merugikan petani.
Selama ini penentuan mutu oleh produsen secara sepihak berdasarkan hasil visualisasi produk. Petani garam tidak mengetahui secara pasti spesifiksi teknis kelas mutu dan harga yang berlaku. Keterbatasan akses informasi dimanfaatkan produsen dalam penentuan mutu produk garam petani.
Sementara itu, upaya untuk meningkatkan mutu dan jumlah garam rakyat yang diproduksi juga mengalami banyak kendala, antara lain makin buruknya mutu air laut sebagai bahan baku pembuatan garam, makin sempit dan kecilnya petak-petak ladang garam karena kepemilikan per orang/penguasaan lahan yang terbatas, bersaing dengan penggunaan lahan yang lebih produktif, lamanya musim hujan dan tingginya curah hujan pada waktu tertentu, dan makin tingginya biaya produksi di saat harga garam rakyat jatuh.
Berdasarkan hal tersebut, kisruh garam impor ini hendaknya dijadikan pintu masuk untuk memperbaiki kebijakan pergaraman nasional yang saat ini masih sangat amburadul. Perlu ada kebijakan yang tuntas guna memperbaiki kondisi pergaraman dan kesejahteraan petani garam nasional.
Petani garam tidak hanya memerlukan kucuran anggaran bantuan modal saja, tetapi perlu juga didukung kebijakan lainnya seperti perbaikan kualitas perairan laut nasional sebagai bahan baku para petani garam.
Selain itu juga peran perguruan tinggi dan lembaga-lembaga riset milik pemerintah lainnya perlu dioptimalkan guna menghasilkan teknologi-teknologi tepat guna dan ekonomis dalam mendukung produksi garam nasional.
Alhasil, tanpa adanya kebijakan yang tuntas, yang melibatkan semua sektor, penulis khawatir kisruh garam impor ini hanya akan berakhir tanpa ada perbaikan yang berarti bagi para petani garam nasional. Dengan begitu, garam impor akan terus menghantui para petani garam nasional.
*Penulis adalah Kepala Riset Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim.

Sumber : http://www.sinarharapan.co.id/content/read/negara-kelautan-pengimpor-18-juta-ton-garam/

Saatnya Mewujudkan Negara Kepulauan Indonesia

"UUD 1945 Pasal 25E telah mengamantkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang"
”Untuk membangun Indonesia menjadi negara besar, negara kuat, negara makmur, negara damai yang merupakan National Building bagi negara Indonesia, maka negara dapat menjadi kuat jika dapat menguasai lautan. Untuk menguasai lautan, kita harus menguasai armada yang seimbang.” (Pidato Bung Karno yang disampaikan dalam National Maritime Convention I tahun 1963)