10 Juli 2009

Penetapan Kluster Usaha Perikanan Tangkap Dikecam

Jumat, 10 Juli 2009 | 03:51 WIB

Jakarta, Kompas - Rencana pemerintah membentuk kluster usaha perikanan tangkap di Laut Arafura dan China Selatan dikecam sejumlah pihak. Pembentukan kluster itu dinilai rawan menimbulkan praktik monopoli dan mematikan ruang gerak nelayan kecil.

Mulai 2010 pemerintah akan membentuk kluster wilayah penangkapan ikan di Laut China Selatan dan Arafura, dengan pemberian hak pengelolaan kluster kepada pihak tertentu.

Ketua Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) Shidiq Moeslim, di Jakarta, Kamis (9/7), berpendapat, membuat kapling-kapling wilayah penangkapan ikan akan membuka peluang penguasaan daerah tangkapan oleh segelintir pelaku usaha besar yang memiliki sarana dan armada tangkap yang lengkap. Namun, di sisi lain, ruang gerak usaha nelayan lokal akan makin sempit.

”Pemberlakuan kluster mengancam keberlangsungan sumber daya ikan dan menempatkan nelayan kecil semakin terpinggirkan,” ujar Shidiq.

Hal senada dikemukakan guru besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) Daniel Monintja. Pemerintah, kata Daniel, agar mempertimbangkan kembali secara matang dampak penetapan kluster penangkapan ikan terhadap usaha kecil di wilayah itu.

Rencana pengembangan usaha perikanan tangkap berbasis kluster di Laut China Selatan mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 05/ 2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap, Pasal 74. Kawasan kluster ditetapkan berdasarkan batasan koordinat daerah penangkapan ikan.

Direktur Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan (PUPI) Departemen Kelautan dan Perikanan Anang Noegroho menegaskan, hak eksklusif pengelolaan ke pihak tertentu tidak akan mengesampingkan hak ekonomi dan sosial masyarakat.

Pengelola kluster perikanan tangkap ditentukan melalui tender. Pengelolaan dapat dilakukan bersama oleh pemerintah dan swasta, atau swasta dan masyarakat. Pengelola kluster perikanan tangkap wajib mengukur potensi sumber daya ikan, reproduksi, dan memperhitungkan volume tangkapan bagi perikanan yang berkelanjutan.

Pemberlakuan kluster perikanan, lanjut Anang, akan memberikan pemasukan berupa pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Saat ini sedang dikaji penerapan usaha penangkapan berbasis kawasan, yang dijadwalkan selesai Oktober 2009.

Shidiq mengingatkan, penguasaan kawasan tangkap secara eksklusif akan menyulitkan pemerintah melakukan pengawasan perairan. Apalagi, penangkapan ikan di perairan Laut Arafura saat ini sudah berlebihan (overfishing).

Pemerintah seharusnya berkonsentrasi mengatasi hal itu, dengan menertibkan perizinan tangkapan dan pengawasan perairan. ”Ketimbang membuka peluang bagi bentuk usaha monopoli baru dan legalitas penjarahan ikan,” ujarnya. (LKT)

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/07/10/03510749/penetapan.kluster.usaha.perikanan.tangkap.dikecam.

Tidak ada komentar:

Saatnya Mewujudkan Negara Kepulauan Indonesia

"UUD 1945 Pasal 25E telah mengamantkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang"
”Untuk membangun Indonesia menjadi negara besar, negara kuat, negara makmur, negara damai yang merupakan National Building bagi negara Indonesia, maka negara dapat menjadi kuat jika dapat menguasai lautan. Untuk menguasai lautan, kita harus menguasai armada yang seimbang.” (Pidato Bung Karno yang disampaikan dalam National Maritime Convention I tahun 1963)