27 Februari 2008

Menyoal Masa Depan Ekonomi Kepulauan

Sumber : http://www.dewanmaritim.dkp.go.id/yopi/index.php?p=3&id=29012008am1018

50 tahun sudah sejak Perdana Menteri Djoeanda mendeklarasikan konsep Negara Kepulauan. Namun demikian sampai saat ini arti penting dari negara kepulauan itu belum dapat terwujud secara nyata di lapangan, terutama nasib ekonomi masyarakat kepulauan. 13 Desember 1957, Ir. Djuanda mengeluarkan sebuah deklarasi yang secara politik mengklaim negara kepulauan.

Dengan deklarasi ini secara substansial memberikan inspirasi tentang Wawasan Nusantara yang mencakup komponen kesatuan ekonomi, kesatuan wilayah dan kesatuan politik. Namun demikian, bagi masyarakat di pulau kecil yang terpencil, laut masih terasa sebagai pemisah antar pulau, padahal semangat Deklarasi Djoeanda yang menjadi dasar peringatan Hari Nusantara tersebut telah menjadikan laut sebagai pemersatu antar pulau bukan sebagai pemisah antar pulau. Namun demikian, pada kenyataannya pembangunan yang berjalan selama ini belum dapat menyentuh masyarakat di daerahdaerah pulau kecil yang terpencil.

Pengalaman penulis yang sempat meneliti masalah ekonomi dan kearifan lokal masyarakat pesisir dalam memanfaatkan dan mengelola sumberdaya kelautan di sebuah desa terpencil, yaitu Desa Lermatang dan Desa Autubun kepulauan Tanimbar Kabupaten Maluku Tenggara Barat, melihat realitas kehidupan masyarakat yang relatif masih jauh tertinggal dari wilayah lainnya di Indonesia. Padahal kedua desa tersebut memiliki potensi sumberdaya kelautan yang sangat potensial dan letaknya pun tidak jauh dari Saumlaki Ibukota Kabupaten Maluku Tenggara Barat.

Dalam delapan tahun terakhir memang perhatian pemerintah terhadap pengembangan pulau pulau kecil sangat besar, bahkan saking semangatnya kadang-kadang strategi pengembangan pulau kecil yang ditawarkan oleh pemerintah menimbulkan pertentangan dari masyarakat. Misalnya rencana pemerintah menyewakan pulau kecil kepada para investor asing telah banyak menimbulkan pertentangan dari masyarakat, karena dianggap penyewaan pulau kecil akan mengancam keutuhan NKRI.

Perhatian serius pemerintah tersebut juga dapat dilihat dari hadirnya UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pembangunan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Namun demikian, semangat yang tinggi tersebut ternyata belum didukung oleh semangat keberpihakan kepada masyarakat kecil, nasionalisme dan pemahaman yang mendalam dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, sehingga undang-undang tersebut lahir penuh dengan kontroversial. Misalnya, konsep pemberian HP-3 kepada perorangan atau pihak swasta dan dapat diperjualbelikan pada akhirnya tidak menutup kemungkinan kepemilikan HP-3 akan bertumpuk pada satu pengusaha saja. Artinya bahwa kesempatan masyarakat kecil dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada di wilayah pesisir akan semakin terpinggirkan.

Padahal seperti diketahui bahwa perairan di wilayah pesisir merupakan tempat utama bagi aktivitas masyarakat kecil, terutama nelayan tradisional. Bahkan yang tak kalah kontroversial lagi dengan adanya undang-undang tersebut pengertian wilayah pesisir mengalami perubahan secara signifikan. Kalau para akademisi selama ini menyakini bahwa yang dimaksud dengan wilayah pesisir tersebut merupakan wilayah yang masih dapat pengaruh daratan dan laut. Namun demikian dalam undang-undang tersebut wilayah pesisir luasnya berubah menjadi sampai diatas 12 mil laut ke arah laut yang sangat jauh dari pengaruh daratan. Masih banyak kontroversial lain dari keberadaan undangundang tersebut, sehingga perlu mendapatkan perhatian serius sebelum benar-benar dijalankan dalam pembangunan pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia.

Berdasarkan kondisi tersebut maka dalam memperingati Hari Nusantara ini semua stakeholders kelautan mulai dari pemerintah, masyarakat, swasta dan para akademisi perlu bahu-membahu dalam memperhatikan nasib masyarakat kepulauan. Perlu adanya kesatuan komitmen politik dari para penentu kebijakan dalam mengedepankan pembangunan kelautan dan perikanan pada pembangunan ekonomi Indonesia berbasiskan kepulauan.

Beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam upaya melakukan pembangunan ekonomi masyarakat kepulauan, yaitu pertama, reorientasi arah pembangunan di pulau kecil. Selama ini alam berpikir masyarakat dan pemerintah yang berpusat di daratan luas tentu sangat berbeda dengan masyarakat di pulau-pulau kecil, tetapi perbedaan itu tidak dianggap ada. Jangankan Pemerintah Pusat, konsepsi kebanyakan Bupati tentang fasilitas publik tetap saja terutama berupa jalan mulus, walaupun kawasannya mencakup pulau pulau kecil. Pulau-pulau kecil tidak dikelola sebagai lingkungan yang menghadap ke laut (waterfront) sehingga sarana transportasi laut termasuk pelabuhan diutamakan. Sebaliknya, justru jalan yang akan merusak hutan dalam pulau digunakan sebagai indikator kemajuan. Berdasarkan hal tersebut maka perlu ada reorientasi pembangunan di pulau-pulau kecil dari orientasi daratan menjadi orientasi maritim.

Hal ini diperlukan agar masyarakat di pulau-pulau kecil lebih mengenal daerahnya sendiri, yang sebagian besar merupakan lautan. Kedua, pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat di pulau-pulau kecil. Hal ini dimaksudkan agar kebutuhan dasar masyarakat di pulau-pulau kecil setara dengan rata-rata masyarakat Indonesia lainnya.

Ketiga, peningkatan kemampuan masyarakat yang berada di pulau-pulau kecil agar dapat mengembangkan potensi yang ada dalam masyarakat maupun lingkungan alamnya sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya sesuai harapannya.

Masyarakat nelayan di pesisir dan pulau-pulau kecil, misalnya, membutuhkan pendidikan yang memungkinkan mereka berhitung dagang dan keterampilan melaut, termasuk memanfaatkan teknologi penangkapan ikan, konservasi kawasan laut, termasuk berhubungan dengan dunia luar. Bisa jadi warga pulau kecil dengan potensi wisata laut justru memerlukan pendidikan surfing di Bali, melanjutkan ke Hawaii. Lalu mereka bisa kembali dan menggunakan keahliannya untuk mengembangkan wisata surfing di pulau-pulau ini. Jadi tidak perlu cari pendidikan itu harus ke Jawa. Keempat, peningkatan kerjasama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota maupun pemerintah yang lebih bawah serta semua komponen masyarakat lainnya untuk memajukan masyarakat di pulau pulau kecil sesuai dengan semangat kesetiakawanan sosial yang melembaga dan berkesinambungan.

Kelima, peningkatan keterhubungan fisik (melalui prasarana perhubungan) maupun maya (melalui prasarana telekomunikasi) antara daerah tertinggal dengan daerah-daerah lain sehingga memudahkan masyarakat untuk berinteraksi sehingga terwujud kohesi sosial yang tinggi. Prasarana dan sarana perhubungan yang perlu diutamakan di pulau-pulau kecil adalah sarana perhubungan laut, mulai dari kapal sampai pelabuhan.

Dus, pembangunan ekonomi kepulauan, khususnya di pulau-pulau saat ini sudah merupakan kebutuhan yang mendesak. Hal ini disebabkan selain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI.

Oleh Suhana PKSPL IPB

(Maritim Indonesia)

Tidak ada komentar:

Saatnya Mewujudkan Negara Kepulauan Indonesia

"UUD 1945 Pasal 25E telah mengamantkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang"
”Untuk membangun Indonesia menjadi negara besar, negara kuat, negara makmur, negara damai yang merupakan National Building bagi negara Indonesia, maka negara dapat menjadi kuat jika dapat menguasai lautan. Untuk menguasai lautan, kita harus menguasai armada yang seimbang.” (Pidato Bung Karno yang disampaikan dalam National Maritime Convention I tahun 1963)