18 Februari 2008

MENUJU PERIKANAN BERTANGGUNGJAWAB


TINJAUAN BUKU

JUDUL : MENUJU PERIKANAN BERTANGGUNGJAWAB
PENULIS : Dr. SUSENO
EDITOR : SUHANA DAN A. SOLIHIN
PENERBIT : CIDESINDO, JAKARTA
CETAKAN PERTAMA : JANUARI 2007


Sumberdaya ikan nasional memiliki potensi yang besar hingga sering disebut sebagai raksasa yang sedang tidur (the sleeping giant). Hasil riset Komisi Stok Ikan Nasional (1999) memperkirakan bahwa potensi sumberdaya ikan nasional sebesar 6,4 juta ton per tahun. Namun demikian, besarnya potensi sumberdaya ikan ini tidak semerta tanpa persoalan. Dewasa ini, besarnya potensi yang ada belum diimbangi dengan pemanfaatan optimal dengan tujuan untuk kesejahteraan rakyat. Isu-isu kemiskinan nelayan, misalnya, telah menjadi isu struktural sejak lama bagi pengelolaan sumberdaya ikan.
Pada saat yang sama, isu-isu rusaknya sumberdaya alam pun telah lama diketahui, misalnya gejala overexploited di perairan dunia, termasuk Indonesia. Pada tanggal 15 Mei 2003, jurnal Nature melaporkan bahwa semua spesies ikan laut yang berukuran besar telah ditangkap berlebihan (overexploited) secara sistematis hingga jumlahnya kurang dari 10% jumlah yang ada pada tahun 1950. Penulis artikel pada jurnal tersebut menyarankan pengurangan penangkapan ikan secara drastis dan reservasi habitat laut di seluruh dunia. Bahkan Grainger (2005) menyatakan bahwa kondisi sumberdaya ikan dunia telah mengalami fully exploited sebesar 52 %. Data FAO terbaru juga menyebutkan bahwa diantara 441 spesies ikan di dunia 3% tergolong underexploited, 20% moderately exploited, 52% fully exploited, 17% overexploited, 7% depleted, dan 1% recovering. Artinya hanya 23% saja yang masih layak ditingkatkan eksploitasinya. Hal inilah yang terlihat dari latar belakang penulisan buku ini.
Berdasarkan hal tersebut maka pembangunan sumberdaya kelautan dan perikanan memerlukan suatu perencanaan yang lebih komprehensif, berkelanjutan dan bertanggungjawab. Ada beberapa alasan mengapa sektor kelautan dan perikanan sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi menjadi penting untuk diperhatikan, yaitu pertama, kapasitas suplai sangat besar, sementara permintaan terus meningkat. Kedua, pada umumnya ouput dapat diekspor, sedangkan input berasal dari sumberdaya lokal. Ketiga, dapat membangkitkan industri hulu dan hilir yang besar, sehingga menyerap tenaga kerja banyak. Keempat, umumnya berlangsung di daerah. Kelima, industri perikanan, bioteknologi dan pariwisata bahari bersifat dapat diperbarui (renewable resources), sehingga mendukung pelaksanaan pembangunan berkelanjutan.
Sementara itu, Bank Dunia (2003) dalam sebuah studinya tentang ekonomi Indonesia menggarisbawahi bahwa daya saing industri nasional saat ini telah bergeser ke arah industri berbasis perikanan dan kelautan. Oleh karena itu, tidak salah jika dukungan pembangunan dari berbagai pihak harus diberikan kepada sektor ini. Dukungan berupa kuputusan politik serta pemihakan yang nyata dari seluruh instansi terkait, akan bisa menjauhkan dan menjaga Indonesia dari keterpurukan untuk kedua kalinya. Sektor ini seharusnya menjadi pilar keunggulan kompetitif bangsa dalam pembangunan ekonomi dan peningkatan kemakmuran rakyat.
Data FAO (2006) memperkirakan produksi perikanan dunia pada tahun 2010 sekitar 144 juta ton masing-masing dari perikanan tangkap sebesar 105 juta ton (63%) dan budidaya sebesar 39 juta ton (37%), dan jumlah yang akan dikonsumsi manusia sebesar 114 juta ton. Secara umum diperkirakan bahwa perikanan budidaya cenderung terus meningkat dibandingkan dengan perikanan tangkap yang akan stagnan. Hal ini sekaligus untuk mengantisipasi kondisi perikanan global yang berada di lampu kuning. Bahkan skenario perikanan FAO memperlihatkan bahwa produksi perikanan dunia sampai tahun 2030 akan didominasi oleh perikanan budidaya.
Dalam upaya mengatasi permasalahan tersebut diatas, dalam bab terakhir buku ini menawarkan sepuluh alternative kebijakan, kesepuluh alternative kebijakan tersebut adalah Pertama, melakukan penataan sistem pendataan perikanan secara akurat dan menyeluruh. Kehadiran data yang tepat waktu dan akurat sangatlah dibutuhkan bagi para pengguna, terutama decision maker dalam proses perencanaan pengelolaan perikanan. Kedua, peningkatan kualitas SDM perikanan tangkap. Peningkatan kualitas SDM mencakup peningkatan kapasitas aparatur perikanan ditingkat daerah dan peningkatan kapasitas pelaku usaha perikanan terutama pelaku usaha perikanan tradisional. Ketiga, pengendalian produksi perikanan tangkap. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keberlanjutan produksi perikanan tangkap nasional tidak melebihi TACs yang telah ditetapkan pemerintah sebesar 5,1 juta ton per tahun. Keempat, reposisi rejim pengelolaan perikanan tangkap. Selama ini rejim pemanfaatan sumberdaya ikan yang berlaku di Indonesia, terutama di ZEEI dan laut lepas adalah rejim open acces (non property).
Kelima, rehabilitasi dan perlindungan terhadap ekosistem harus menjadi komitmen pemerintah dan masyarakat mengingat kondisi ekosistem yang menjadi habitat dan pensuplai makanan untuk keberlangsungan hidup ikan sudah banyak yang mengalami kerusakan. Keenam, dalam mengatasi masalah IUU fishing pemerintah hendaknya merumuskan Peraturan Presiden (Perpres) tentang percepatan pemberantasan IUU Fishing. Ketujuh, peningkatan produksi perikanan budidaya. Kebijakan ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan ikan dan produk perikanan masyarakat Indonesia dan dunia.
Kedelapan, kebijakan pengembangan pemasaran produksi perikanan nasional. Kebijakan tersebut dimaksudkan agar produk perikanan Indonesia dapat dipasarkan lebih luas lagi ke negara-negara pengkonsumsi ikan. Oleh sebab itu pemerintah alangkah baiknya apabila membentuk tim khusus yang bertanggungjawab terhadap pemasaran produk perikanan nasional tersebut. Tim tersebut selain bertugas untuk memasarkan produk perikanan Indonesia juga bertugas untuk menyakinkan negara-negara di dunia bahwa produk perikanan Indonesia sangat ramah lingkungan dan memiliki daya saing yang tinggi. Kesembilan, pemberdayaan masyarakat secara partisipatif. Pengelolaan partisipatif merupakan paradigma pengelolaan sumberdaya yang kini banyak dianut di negara-negara berkembang. Kesepuluh, peningkatan koordinasi dan komunikasi antar pengelola perikanan. Sejalan dengan dilaksanakannya era desentralisasi, pengelolaan perikanan pun mengalami babak baru yang berbeda dengan masa sentralisasi.
Selain itu juga buku ini memberikan langkah - langkah strategis untuk mengimplementasikan kesepulub alternatfi kebijakan tersebut. Oleh sebab itu buku ini sangat penting buat para penentu kebijakan perikanan di Indonesia. Buku ini juga sangat menarik untuk dikaji secara ilmiah karena buku ini merupakan hasil kajian desertasi.

Tidak ada komentar:

Saatnya Mewujudkan Negara Kepulauan Indonesia

"UUD 1945 Pasal 25E telah mengamantkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang"
”Untuk membangun Indonesia menjadi negara besar, negara kuat, negara makmur, negara damai yang merupakan National Building bagi negara Indonesia, maka negara dapat menjadi kuat jika dapat menguasai lautan. Untuk menguasai lautan, kita harus menguasai armada yang seimbang.” (Pidato Bung Karno yang disampaikan dalam National Maritime Convention I tahun 1963)