04 Mei 2011

Lebih dari 400 Kilometer Pantai Indonesia Alami Erosi

Kompas, 4 Mei 2011 | 04.10 WIB

Lebih dari 400 Kilometer Pantai Indonesia Alami Erosi

Jakarta, Kompas - Perusakan ekologi pantai oleh manusia yang diperparah imbas cuaca ekstrem membuat lebih dari 400 kilometer pesisir Indonesia di 100 lebih lokasi di 17 provinsi terancam erosi pantai. Wilayah terparah adalah pesisir utara Jawa, seluruh pesisir Bali, pesisir timur Lampung, dan pesisir Sumatera Barat.

”Erosi dipicu oleh arus sejajar pantai yang dibangkitkan oleh gelombang,” kata Direktur Pesisir dan Lautan Kementerian Kelautan dan Perikanan Subandono Diposaptono, Selasa (3/5) di Jakarta. Menurut dia, erosi membuat banyak pantai di Indonesia tergerus, bukan karena abrasi. Abrasi pantai adalah pelapukan batuan pantai akibat peristiwa geologis atau hantaman gelombang.

Subandono menilai, ulah manusia merupakan penyumbang terbesar kerusakan pesisir, bukan cuaca ekstrem ataupun pemanasan global. Tindakan manusia yang merusak itu antara lain berupa penebangan hutan bakau, penambangan terumbu karang dan pasir pantai, serta pembangunan bangunan yang menjorok ke laut dan reklamasi pantai yang serampangan.

Terumbu karang, pasir pantai, dan hutan bakau memiliki fungsi sebagai benteng alami pesisir karena mampu meredam kekuatan gelombang. Adapun bangunan yang menjorok ke laut dan reklamasi tanpa memerhatikan sel sedimen atau keseragaman kondisi fisik di lokasi tertentu akan menyebabkan erosi pada satu bagian pantai dan sedimentasi pada bagian pantai yang lain.

”Tiap ada bangunan menjorok ke laut sepanjang 1 kilometer, tingkat kerusakan di darat mencapai 5 km-10 km,” ucapnya.

Cuaca ekstrem yang terjadi akhir-akhir ini membuat permukaan laut makin naik dan tinggi gelombang naik. Gelombang yang menerpa wilayah pesisir yang sudah tererosi semakin besar. Hal itu karena gelombang awal melintasi wilayah laut yang dalam akibat tidak ada benteng penahan gelombang.

Kepala Riset Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim Suhana menambahkan, tidak tertanganinya erosi pantai merupakan buah pengabaian sistem tata ruang wilayah pesisir. Akibatnya, struktur ekologis wilayah pesisir terganggu dan berdampak pada masyarakat pesisir.

”Hutan bakau sebagai benteng alam tak bisa digantikan dengan bangunan apa pun,” katanya.

Tata ruang wilayah pesisir memiliki dua aspek yang harus diperhatikan, yaitu aspek dari darat dan laut. Kalaupun tata ruang wilayah pesisir diperhatikan, umumnya masih terkonsentrasi pada aspek darat dan abai dengan aspek laut, terutama persoalan gelombang dan arus.

”Kerusakan daratan dipastikan akan merusak wilayah pesisir. Namun, kerusakan pesisir juga banyak dipicu oleh persoalan dari laut,” kata Suhana.

Subandono menyatakan, solusi terbaik untuk mengurangi dampak erosi pantai adalah mengembalikan kondisi wilayah itu sama dengan aslinya. Jika erosi dipicu oleh penebangan hutan bakau, maka harus dihijaukan kembali. Bila erosi akibat hilangnya terumbu karang, maka karang harus dihidupkan kembali.

”Pembangunan tembok atau tanggul hanya akan memindahkan masalah,” ujarnya.

Hutan bakau berguna sebagai penyerap karbon dan limbah beracun serta tempat pemijahan ikan. Adapun terumbu karang tempat habitat ikan. (MZW)

Tidak ada komentar:

Saatnya Mewujudkan Negara Kepulauan Indonesia

"UUD 1945 Pasal 25E telah mengamantkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang"
”Untuk membangun Indonesia menjadi negara besar, negara kuat, negara makmur, negara damai yang merupakan National Building bagi negara Indonesia, maka negara dapat menjadi kuat jika dapat menguasai lautan. Untuk menguasai lautan, kita harus menguasai armada yang seimbang.” (Pidato Bung Karno yang disampaikan dalam National Maritime Convention I tahun 1963)