10 Juni 2010

Ekonomi Perikanan dan Kesejahteraan Nelayan

Rabu, 09 Juni 2010 13:42
Ekonomi Perikanan dan Kesejahteraan Nelayan

OLEH: SUHANA

Pembangunan eko­nomi per­ikanan pa­da triwulan I-2010 belum menunjuk­kan ada­nya perbaikan yang signifikan diban­dingkan periode yang sama pada tahun 2009.

Hal ini dapat ditunjukkan dengan beberapa indikator, yaitu total investasi, jumlah kapasitas produksi terpakai pada industri perikanan, nilai ekspor dan kesejahteraan nelayan, serta pembudi daya ikan.
Hal ini perlu mendapat perhatian serius agar target pembangunan kelautan dan per­ikanan tahun 2010 dapat ter­­wujud dengan baik. Oleh sebab itu, berbagai terobosan dan perbaikan di internal bi­rokrasi kelautan dan perikanan hen­dak­nya terus dilakukan. Te­muan Badan Pemeriksa Ke­uangan (BPK) tahun 2010 mem­perlihatkan masih ba­nyak­nya kelemahan dalam ma­najemen pengelolaan per­ika­nan yang dilakukan Kemen­terian Kelautan dan Perikanan.
Data Badan Koordinasi Pe­nanaman Modal (BKPM) 2010 menunjukkan bahwa total in­vestasi di sektor perikanan pa­da triwulan I-2010 mencapai US$ 1,3 juta atau setara Rp 11,96 miliar—asumsi nilai tu­kar rupiah terhadap dolar AS Rp 9200. Jumlah ini menurun 48,42 persen dibandingkan triwulan I-2009 yang mencapai Rp 24,7 miliar. Selain itu, data BKPM (2010) memperlihatkan bahwa total investasi sektor perikanan triwulan I-2010 ter­sebut seratus persen merupakan investasi asing (penanaman modal asing/PMA). Se­men­tara itu, pada triwulan I-2009 investasi sektor perikanan seratus persen bersumber dari dalam negeri (penanaman modal dalam negeri/PMDN).
Hal ini membuktikan bah­wa minat investor dalam negeri belum membaik sejak triwulan II-2009, sementara kepercayaan investor asing cenderung meningkat sejak triwulan IV-2009. Memburuknya minat investor dalam negeri tersebut hendaknya menjadi perhatian utama pemerintah agar potensi sumber daya ke­lautan dan perikanan Indo­nesia dapat dinikmati ma­syarakat Indonesia. Hal ini pun sesuai dengan amanat Pasal 33 (3) UUD 1945 yang menyata­kan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya ke­mak­muran rakyat.”
Perlu diakui bahwa untuk saat ini, meningkatnya kepercayaan investor asing di sektor perikanan sejak triwulan IV-2009 sangat membantu dalam peningkatan kegiatan usaha perikanan. Data Bank Indo­nesia menunjukkan bahwa ka­pasitas produksi yang terpakai pada industri perikanan pada triwulan I-2010 meningkat sebesar 86,72 persen, diban­dingkan periode yang sama ta­hun 2009. Nilai kapasitas produksi terpakai industri per­ikanan pada triwulan I-2010 mencapai 79,14 persen, sementara triwulan I-2009 hanya mencapai 68,63 persen. Gairah industri perikanan ini hendaknya terus dioptimalkan agar target peningkatan nilai ekspor perikanan nasional da­pat tercapai secara baik.

Pertumbuhan Ekspor
Pertumbuhan nilai rata-rata ekspor produk perikanan pada triwulan I-2010 diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 34,73 persen diban­dingkan periode yang sama pada tahun 2009. Menurut data Badan Pusat Statistik (2009) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (2010), rata-rata nilai ekspor produk perikanan triwulan I-2010 diperkirakan mencapai US$ 184.408.666,66, se­mentara nilai rata-rata ek­spor produk perikanan triwulan I-2009 mencapai US$ 136.877.399,66.
Meskipun demikian, perkiraan nilai ekspor triwulan I-2010 tersebut masih jauh dari target nilai ekspor produk perikanan tahun 2010 yang mencapai US$ 2,9 miliar. Oleh sebab itu, diperlukan upaya ekstra untuk terus memperbaiki mutu hasil produk per­ikanan nasional. Temuan BPK (2010) memperlihatkan, pe­ngem­bangan sarana dan prasarana sistem rantai dingin (cold chain system) selama ini di beberapa wilayah tidak dimanfaatkan secara efektif untuk memperbaiki kualitas produk perikanan. Selain itu, juga banyak peralatan pada Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Per­ikanan (LPPMHP) rusak dan belum dimanfaatkan secara optimal.
Di sisi lain, meningkatnya investasi asing di sektor per­ikanan ternyata belum ber­dampak signifikan terhadap kesejahteraan nelayan Indo­nesia. Hal ini disebabkan be­sarnya investasi asing tersebut tidak diikuti dengan me­ningkatnya penyerapan tenaga perikanan dari nelayan. Bahkan, tidak sedikit perusahaan perikanan yang masih menggunakan tenaga kerja asing di atas 30 persen sesuai ketentuan yang berlaku.
Temuan BPK (2010) memperlihatkan bahwa masih banyak perusahaan perikanan, khususnya perikanan tangkap, yang memperkerjakan tenaga asing di atas 80 persen. Pa­dahal, dalam Peraturan Men­teri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2009 tentang Usaha Perikanan Tangkap, tenaga asing yang dibolehkan maksimal 30 persen. Besarnya porsi tenaga asing tersebut, menurut BPK, berdampak pada berkurangnya kesempa­tan kerja bagi tenaga kerja Indonesia, khususnya nelayan nasional dan berkurangnya pe­nerimaan negara dari Pe­nerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Berkurangnya kesempatan kerja untuk nelayan nasional tersebut sangat berpengaruh terhadap belum meningkatnya kesejahteraan nelayan. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan nilai tukar nelayan yang belum mengalami pening­katan. Nilai Tukar Nelayan dan Pembudi Daya Ikan (NTN) triwulan I-2010 rata-rata hanya 105,35. Pertumbuhan NTN ini menurun 0,07 persen diban­dingkan periode yang sama pada tahun 2009, yang mencapai 105,39. Penurunan ini meng­indikasikan bahwa kesejahteraan nelayan cenderung belum mengalami pening­katan. Hal ini disebabkan, selain minimnya kesempatan kerja bagi nelayan, juga karena sampai saat ini pemerintah belum berperan banyak dalam menurunkan biaya produksi perikanan. Hal ini terlihat dari terus meningkatnya harga pa­kan dan kurangnya pasokan ba­han bakar minyak untuk ne­layan dan pembudi daya ikan.

Perbaikan Menyeluruh
Berdasarkan hal tersebut, guna meningkatkan kinerja ekonomi perikanan nasional dan kesejahteraan nelayan ser­ta pembudi daya ikan, diperlukan upaya komprehensif mulai dari perbaikan iklim investasi dalam negeri, keberpihakan terhadap tenaga kerja nasional, peningkatan mutu produk perikanan, dan penuru­nan biaya produksi perikanan.
Dalam memperbaiki iklim investasi dalam negeri, pemerintah perlu meminimalkan besarnya biaya transaksi yang selama ini dikeluhkan para investor. Sementara itu, guna meningkatkan penyerapan te­naga kerja nasional, pemerintah perlu menindak tegas perusahaan perikanan yang memperkerjakan tenaga kerja asing di atas 30 persen, sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.
Dalam upaya mening­katkan mutu hasil perikanan, pemerintah perlu mendorong pemerintah daerah agar dapat mengoptimalkan sarana dan prasarana cold chain system yang telah dibangun selama ini. Selain itu, juga diperlukan perbaikan dan perbanyakan pe­ralatan pada LPPMHP. Pe­nurunan biaya produksi per­ikanan dapat dilakukan de­ngan terus meningkatkan jumlah dan kualitas pelayanan stasiun pengisian bahan bakar khusus untuk nelayan dan pembudi daya ikan di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini di­maksudkan agar para nelayan dan pembudi daya ikan dapat membeli bahan bakar solar sesuai dengan harga yang ditetapkan pemerintah.
Selain itu, pemerintah perlu mendorong terwujudnya ru­mah-rumah pakan ikan yang dikelola setiap kelompok pembudi daya ikan dengan bahan baku lokal. Dengan begitu, mereka tidak tergantung lagi pada pakan pabrik yang harganya jauh dari jangkauan mereka. Tanpa adanya upaya perbaikan yang menyeluruh, dikhawatirkan kinerja ekonomi perikanan dan nasib ne­layan serta pembudi daya ikan tidak akan meningkat. Aki­batnya, target pembangunan kelautan dan perikanan tidak akan tercapai secara optimal.

Penulis adalah Kepala Riset Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim.

Sumber : http://www.sinarharapan.co.id/cetak/berita/read/ekonomi-perikanan-dan-kesejahteraan-nelayan/

Tidak ada komentar:

Saatnya Mewujudkan Negara Kepulauan Indonesia

"UUD 1945 Pasal 25E telah mengamantkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang"
”Untuk membangun Indonesia menjadi negara besar, negara kuat, negara makmur, negara damai yang merupakan National Building bagi negara Indonesia, maka negara dapat menjadi kuat jika dapat menguasai lautan. Untuk menguasai lautan, kita harus menguasai armada yang seimbang.” (Pidato Bung Karno yang disampaikan dalam National Maritime Convention I tahun 1963)