12 Maret 2008

RESOLUSI NELAYAN INDONESIA


Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Kami nelayan dan
masyarakat pesisir Indonesia yang menghadiri Temu
Konsolidasi Organisasi Nelayan Indonesia, pada tanggal
4-5 Maret 2008, di Gedung YTKI-Jakarta, menyampaikan
kesaksian dan tuntutan pada pengurus negara Indonesia,
sebagai berikut:

1. Bahwa sejak rezim Orde Baru, nasib nelayan dan
masyarakat pesisir Indonesia senantiasa terpinggirkan.
Program pembangunan yang dilakukan lebih
menitikberatkan pada persoalan pertanian dan
pembangunan infrastruktur darat. Nelayan dan
masyarakat pesisir tidak menjadi sektor penting bagi
program pembangunan. Padahal faktanya, lebih dari 67%
kabupaten/kota di Indonesia merupakan kabupaten/kota
pesisir atau yang berhadapan langsung dengan perairan
laut. Kenyataan lainnya, lebih dari 65% total penduduk
Indonesia tinggal dan menggantungkan hidupnya pada
sumberdaya pesisir dan laut;

2. Bahwa rezim SBY-JK, tidak lebih baik dari pada
rezim-rezim sebelumnya. Politik ekonomi yang dibangun
oleh rezim ini masih merujuk pada watak dan corak
kepemimpinan yang anti rakyat, menghamba dan
tunduk-tertindas pada kekuatan pemodal dan sangat
tergantung pada utang luar negeri, termasuk untuk
kegiatan kelautan dan perikanan;

3. Bahwa rezim SBY-JK, telah dengan sengaja
mempertontonkan keberpihakannya kepada pemodal
sekaligus anti nelayan melalui UU No.27/2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (UU
PWP-PPK). Dengan sertifikat HP-3 (Hak Penguasaan
Perairan Pesisir) pengurus negara memberikan
keistimewaan pada pemodal besar untuk menguasai dan
mengeksploitasi sumber-sumber kehidupan nelayan dan
masyarakat yang berada di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil, hingga lebih dari 20 tahun.
Demikian sama halnya, dengan keberadaan UU No.25/2007
tentang Penanaman Modal (UUPM).

4. Bahwa politik konservasi laut yang dianut oleh
SBY-JK, telah membatasi akses nelayan untuk mengelola
sumber-sumber kehidupan di wilayah laut dan pesisir.
Pendekatan konservasi laut yang bias darat, anti
nelayan, dan syarat utang luar negeri terbukti telah
menyebabkan konflik yang merugikan kehidupan nelayan
baik berupa harta benda hingga korban jiwa. Kasus
Taman Nasional Komodo di Nusa Tenggara Timur
(2003-2004); Taman Nasional Wakatobi di Sulawesi
Tenggara (2002-2007); dan Taman Nasional Bunaken di
Sulawesi Utara (2001-2005) adalah sejumlah konflik
yang melibatkan aparat keamanan (TNI/POLRI), Balai
Pengelola Taman Nasional, dan di sokong oleh
lembaga-lembaga konservasi internasional seperti WWF,
TNC, NRM dan CI;

5. Bahwa pemerintahan SBY-JK dengan sengaja membiarkan
praktek-praktek pembuangan limbah tambang dan industri
(tailing) yang mengakibatkan tercemar dan hancurnya
sumber-sumber kehidupan nelayan di laut. Laut bukanlah
tong sampah bagi kepentingan industri;

6. Bahwa politik pembangunan yang dijalankan dewasa
ini, masih menempatkan perempuan nelayan sebagai
sub-ordinat dari kepentingan pembangunan sektor
kelautan dan perikanan;

7. Bahwa politik adu-domba untuk memecah-belah
kelompok nelayan dan masyarakat pesisir melalui dana
pemberdayaan masyarakat (community development) yang
berasal dari perusahan-perusahaa n perusak lingkungan
(seperti industri tambang dan migas) telah memicu
konflik dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
dibanyak wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
Indonesia;

8. Bahwa konflik perikanan antara nelayan tradisional
Indonesia berhadapan dengan industri perikanan dan
kapal-kapal asing semakin marak terjadi akhir-akhir
ini. Kasus nelayan tradisional di kabupaten Bengkalis
propinsi Riau melawan kelompok Jaring Batu/Jaring
Dasar sejak tahun 1983 sampai sekarang, dapat disebut
mewakili konflik tersebut. Pemerintah pusat dan daerah
terlihat terus membiarkan konflik terjadi hingga
menimbulkan korban jiwa dan material. Setidaknya
tercatat 5 (lima) orang nelayan tradisional telah
tewas dalam konflik ini;

9. Bahwa kami juga menilai politik klaim atas nama
Nelayan Indonesia yang senantiasa diterapkan
pemerintah melalui organisasi seperti Himpunan Nelayan
Seluruh Indonesia (HNSI) selama ini, sama sekali tidak
membawa manfaat yang optimal bagi kesejahteraan dan
peningkatan kualitas hidup masyarakat nelayan dan
pesisir Indonesia;

10. Bahwa berdasarkan kesaksian, penilaian, dan
fakta-fakta di atas, maka Kami menuntut kepada
pengurus negara:
a. Tingkatkan jaminan keselamatan serta kesejahteraan
nelayan dan masyarakat pesisir dengan menerapkan
kebijakan ekonomi politik yang lebih berpihak pada
pemenuhan kebutuhan dasar nelayan dan masyarakat
pesisir termasuk aman dari ancaman bencana;
b. Segera merubah total seluruh kebijakan ekonomi
politik untuk tidak lagi menghamba pada kuasa pemodal
serta tergantung pada utang luar negeri dari
lembaga-lembaga keuangan internasional yang selama ini
membiayai proyek-proyek kelautan dan perikanan di
Indonesia, seperti Bank Dunia (World Bank) dan Bank
Pembangunan Asia (ADB); termasuk bantuan dari
lembaga-lembaga konservasi internasional seperti WWF,
TNC, NRM, dan CI yang anti-rakyat dan justru
memperdagangkan sumber-sumber kehidupan nelayan;
c. Cabut UU No.27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
d. Hentikan pengkaplingan dan zonasi kawasan pesisir
dan laut atas nama Taman Nasional dan konservasi
laut;
e. Hentikan program reklamasi pantai;
f. Hentikan praktek perikanan ilegal (illegal fishing)
di seluruh perairan Indonesia;
g. Hentikan ekspansi industri pertambakan dan
perikanan;
h. Hentikan pembuangan limbah ke laut;
i. Hentikan eksploitasi sumberdaya pesisir dan laut,
seperti pasir laut;
j. Hentikan tindak kekerasan dan kriminalisasi
terhadap nelayan di seluruh Indonesia;
k. Tingkatkan kualitas hidup perempuan nelayan untuk
mendapatkan hak-haknya atas pengelolaan sumberdaya
laut dan pesisir.

Kami menyerukan seluruh nelayan dan organisasi
masyarakat sipil di Indonesia untuk terus merapatkan
barisan dan mengokohkan persatuan rakyat demi
terwujudnya kesejahteraan nelayan Indonesia.
Demikian resolusi nelayan dan masyarakat pesisir
Indonesia ini kami sampaikan.

Nelayan Indonesia Bersatulah!!
Jakarta, 6 Maret 2008

Peserta Konsolidasi Nelayan Nasional Indonesia
SNKB-Riau, KOMPI-Jabar, SINAR-Sulut, LPSDN-NTB,
FPWK-Jatim, INSAN-Kalsel, SETAM-Jogjakarta, WALHI, SP
Anging Mamiri Sulsel, Solidaritas Perempuan, PP SHI,
FKNJ-Jakarta, FPMTN-Lampung

Tidak ada komentar:

Saatnya Mewujudkan Negara Kepulauan Indonesia

"UUD 1945 Pasal 25E telah mengamantkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang"
”Untuk membangun Indonesia menjadi negara besar, negara kuat, negara makmur, negara damai yang merupakan National Building bagi negara Indonesia, maka negara dapat menjadi kuat jika dapat menguasai lautan. Untuk menguasai lautan, kita harus menguasai armada yang seimbang.” (Pidato Bung Karno yang disampaikan dalam National Maritime Convention I tahun 1963)