15 Februari 2012

Pulau-pulau Kecil Terancam


14.02.2012 09:29

Pulau-pulau Kecil Terancam

Penulis : Suhana*   
(foto:dok/ist)
Di tengah hiruk-pikuk perpolitikan nasional, nasib pulau kecil yang ada di Indonesia semakin terancam. Namun, perhatian para politikus nasional, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya belum melihat hal tersebut menjadi sebuah ancaman serius bagi keutuhan bangsa dan negara.
Padahal saat ini keberadaan pulau-pulau kecil tersebut sudah sangat mendesak untuk diperhatikan, dibandingkan dengan gejolak politik yang tidak jelas arahnya mau ke mana.
Nasib pulau kecil saat ini perlu penanganan yang cepat, tepat, dan tegas. Hal ini disebabkan keberadaan pulau kecil tersebut sangat menentukan keutuhan wilayah Negara Republik Indonesia, termasuk keutuhan ekonomi nasional.
Publikasi terbaru dari Badan Informasi Geospasial, atau dulu terkenal dengan nama Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakorsurtanal), menunjukkan jumlah pulau yang ada di Indonesia saat ini ternyata tinggal 13.466 pulau, bukan 17.508 pulau seperti yang diyakini pemerintah selama ini.
Menurunnya jumlah pulau tersebut disebabkan pulau gosong tidak lagi dimasukkan sebagai pulau, karena tidak sesuai dengan definisi pulau yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yaitu objek yang masih tampak saat air laut pasang. Sementara pulau gosong hanya muncul ketika air laut surut dan akan tenggelam pada saat air laut pasang (Kompas, 8/2/2012).
Selain itu, menurunnya jumlah pulau tersebut disebabkan kerusakan sumber daya pesisir, seperti mangrove dan terumbu karang, serta banyaknya aktivitas penambangan pasir di sekitar pulau kecil tersebut.
Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2011) menunjukkan 28 pulau kecil di Indonesia sudah tenggelam dan ada sekitar 24 pulau kecil yang terancam tenggelam.
Beberapa pulau yang sudah tenggelam dan terancam tenggelam tersebut dua di antaranya pulau kecil terluar yang dijadikan titik dasar (TD) kepulauan Indonesia, yaitu Pulau Nipa (TD 190 dan 190A) dan Pulau Maratua (TD 039). Penyebab utama tenggelamnya pulau kecil di Indonesia adalah penambangan pasir dan abrasi pantai.
Catatan Kompas (9/2/2012) menunjukan abrasi pantai yang terjadi di Pulau Maratua disebabkan gelombang tinggi dan banyaknya masyarakat yang membangun rumah di tepi pantai.
Pasal 23 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyatakan pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk kegiatan (1) konservasi, (2) pendidikan dan pelatihan, (3) penelitian dan pengembangan, (4) budi daya laut, (5) pariwisata, (6) usaha perikanan dan kelautan dan industri perikanan secara lestari, (7) pertanian organik, dan (8) peternakan.
Namun yang terjadi saat ini prioritas pemanfaatan pulau-pulau kecil tersebut sudah tidak sejalan lagi dengan amanat undang-undang tersebut.
Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2011) menunjukkan aktivitas pertambangan yang tidak direkomendasikan untuk dilakukan di pulau kecil sampai saat ini masih terjadi, seperti yang terjadi di Pulau Lemo, Pulau Buaya, dan Pulau Laburoko Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, yang dijadikan tempat penambangan nikel.
Selain itu, perkebunan sawit saat ini banyak merambah pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia, seperti yang terjadi di Pulau Bawal Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat.
Tindakan Afirmatif
Berdasarkan kondisi di atas, permasalahan yang mendesak ditangani saat ini adalah pertama, masalah investasi pembangunan di pulau kecil. Investasi yang tidak sejalan dengan peraturan perundang-undangan, khususnya Undang-Undang 27/2007 hendaknya ditinjau kembali, seperti investasi pertambangan dan perkebunan sawit.
Hal ini disebabkan keberadaan kedua aktivitas ekonomi tersebut apabila dipaksakan dilakukan di pulau kecil akan sangat mengancam keberadaannya, termasuk keberadaan masyarakat yang ada di pulau-pulau kecil.
Kasus tenggelamnya pulau kecil yang terjadi selama ini hendaknya dijadikan pelajaran utama, di mana penyebab utamanya adalah aktivitas pertambangan di pulau kecil. Hal yang sama apabila perkebunan kelapa sawit dipaksakan di pulau kecil tidak menutup kemungkinan akan mengancam ekosistem yang ada di pulau kecil tersebut.
Kedua, kerusakan ekosistem di pulau kecil. Kerusakan ekosistem pulau kecil tersebut selain disebabkan oleh aktivitas ekonomi yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, juga disebabkan laju pertumbuhan penduduk pulau kecil yang terus meningkat. Akibatnya, kebutuhan akan lahan untuk permukiman akan terus meningkat.
Dengan melihat keterancaman pulau kecil dari investasi dan kerusakan lingkungan tersebut, saat ini diperlukan tindakan afirmatif, yaitu tindakan khusus untuk mencapai kondisi pengelolaan pulau kecil yang ramah lingungan, keadilan bagi pengembangan ekonomi masyarakat lokal, dan demi menjaga keutuhan wilayah Negara Republik Indonesia.
Tindakan afirmatif tersebut diperlukan mulai dari pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
Di tingkat pusat, panduan investasi di pulau-pulau kecil hendaknya dapat ditingkatkan menjadi sebuah keputusan presiden atau peraturan pemerintah agar dapat dijadikan panduan oleh semua instansi yang berwenang menarik investasi ke wilayah Indonesia, termasuk ke pulau kecil.
Saat ini panduan investasi tersebut baru sebatas Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan, sehingga sangat sulit untuk dijadikan acuan bagi semua instansi, mengingat ego sektoral sampai saat ini masih sangat tinggi. Pandangan penulis, mengubah aturan jauh lebih mudah daripada menghilangkan ego sektoral yang ada di setiap instansi.
Selain itu juga program-program pembangunan di pulau-pulau kecil hendaknya dapat menjadi perhatian oleh semua kementerian yang ada di pemerintah. Program tanam pohon di pulau kecil, adopsi pulau kecil oleh pihak perguruan tinggi, dan pengembangan infrastruktur transportasi antarpulau hendaknya didukung anggaran yang memadai.
Oleh sebab itu dukungan politik anggaran dari pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk kepentingan penyelamatan dan pengelolaan pulau kecil saat ini sangat mendesak.
Di tingkat pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota), izin investasi harus memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku di wilayah Negara Republik Indonesia. Pelaksanaan otonomi daerah jangan dijadikan momentum untuk menarik investasi daerah tanpa adanya pertimbangan kerusakan lingkungan di wilayah pulau-pulau kecil.
Pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri hendaknya dapat terus berperan aktif dalam mengawasi peraturan daerah, khususnya yang terkait investasi di pulau-pulau kecil.
Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengawasan dan Pembinaan Pemerintah Daerah, terutama Pasal 37 Ayat (4) yang menyatakan Peraturan Daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan dengan Peraturan Presiden berdasarkan usulan Menteri Dalam Negeri.
Keterpaduan dukungan pemerintah pusat, DPR, dan Pemerintah Daerah saat ini mendesak untuk dilakukan. Tanpa adanya tindakan afirmatif yang cepat, tepat, dan tegas dari pemerintah pusat, DPR, dan Pemerintah Daerah tersebut dikhawatirkan keberadaan pulau kecil, masyarakat pulau kecil, dan keutuhan wilayah Negara Republik Indonesia akan terus terancam.
*Penulis adalah Kepala Riset Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim.

Sumber : http://www.sinarharapan.co.id/content/read/pulau-pulau-kecil-terancam/

Tidak ada komentar:

Saatnya Mewujudkan Negara Kepulauan Indonesia

"UUD 1945 Pasal 25E telah mengamantkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang"
”Untuk membangun Indonesia menjadi negara besar, negara kuat, negara makmur, negara damai yang merupakan National Building bagi negara Indonesia, maka negara dapat menjadi kuat jika dapat menguasai lautan. Untuk menguasai lautan, kita harus menguasai armada yang seimbang.” (Pidato Bung Karno yang disampaikan dalam National Maritime Convention I tahun 1963)